Selasa, 27 Januari 2009

mic max


ISOLASI DNA KROMOSOM

I. TUJUAN
1. Untuk mengisolasi DNA kromosom.
2. Untuk mengetahui taknik isolasi DNA kromosom.


II. METODOLOGI
Praktikum acara “Isolasi DNA Kromosom” dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Adapun alat-alat yang digunakan dalam acara ini adalah tabung eppendorf, mikropipet beserta tipnya, alat sentrifugasi, shaker, tabung erlemneyer beserta kapas penutup. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah medium LB (Luria Bertani) dan YMC (Yeast Manitol Cair), ampisilin, GTE (50 mM glucose, 25 mM Tris-Cl, 10 mM EDTA, ph 8), larutan potassium asetat, NaOH, SDS (Sodium Dodecyl Sulfate), enzim lysozyme, isopropanol, TE buffer, PC (phenol/chloform), dH2O.

Isolasi DNA kromosom
Pada sel bakteri yang sebelumnya telah ditumbuhkan dalam 2-5 ml medium cair LB dan diinkubasikan pada penggojog berputar (rotary shaker) berkecepatan 150 rpm selama 1 hari. Dilakukan pemanenan, disentrifugasi 1,5 ml sel di dalam eppendorf sehingga diperoleh pelet sel menggunakan sentrifuge berkecepatan 13.000 rpm selama 5 menit. Pelet diresuspensikan di dalam eppendorf dengan menambahkan 460 μl buffer TE (10 mM Tris-klorida pH 8,0 dan 0,1 mMEDTA pH 8,0), divorteks hingga homogen. Ditambahkan 50 μl lysozim (60 mg/ml) dicampurkan dengan membolak-balik secara perlahan-lahan. Kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 jam.
Setelah selesai inkubasi pertama ditambahkan 30 μl SDS 10%, dicampurkan kembali dengan membolak-balik secara perlahan kemudian diinkubasikan kembali pada suhu 37 oC selama 1 jam. Ditambahkan NaCl 5 M sebanyak 100 μl dan CTAB 80 μl, lalu dicampurkan kembali dengan membolak-balik secara perlahan. Diinkubasikan kembali pada suhu 65-68 oC selama 30 menit sambil dibolak-balik secara perlahan tiap 15 menit.
Ditambahkan chloroform dengan perbandingan 1:1 yang selanjutnya dibolak-balik kurang lebih 100 kali, lalu dsentrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm selama 1 menit. Supernatan yang tersisa dibuang dan pelet yang tersisa ditambahkan etanol 70% sebanyak 100 μl dan disentrifuge kembali dengan kecepatan 13.000 rpm selama 1 menit. Etanol dibuang dengan menggunakan pipet secara perlahan, pelet yang didapatkan dikering anginkan kurang lebih 1 jam lalu ditambahkan TE sesuai dengan banyaknya pelet yang didapatkan.

Pemurnian DNA kromosom
RNAse ditambahkan sebanyak 1μl ke dalam ekstrak DNA yang didapat dan diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 1 jam. TE ditambahkan sampai kurang lebih 100μl dan phenol chloroform dengan perbandingan 1:1, lalu dibolak-balik secara perlahan. Kemudian disentrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit.
Supernatan bagian atas diambil dan ditambahkan sodium asetat 3 M sebanyak 0,1 kali volume supernatan atas yang didapat. Ditambah etanol absolute dingin sebanyak 2 kali volume supernatan atas yang didapat, lalu disentrifuge lagi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang didapat dibuang dengan hati-hati menggunakan mikropipet dan pelet selanjutnya dikering anginkan kembali. Ditambah TE secukupnya ke dalam pelet sesuai dengan banyaknya pelet yang didapat.
Penentuan kemurnian dan konsentrasi DNA genom bakteri dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Perhitungan secara kuantitatif ditentukan dengan pembacaan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm, kemudian dihitung nisbah absorbansinya. Konsentrasi DNA diperkirakan dengan pembacaan spektrofotometer pada absorbansi 260x faktor pengenceran DNA x 50 μg/m.

Penentuan kemurnian dan konsentrasi DNA genom
Penentuan kemurnian dan konsentrasi Dna genom bakteri dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Perhitungan secara kuantitatif ditentukan dengan pembacaan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm, kemudian dihitung nisbah absorbansinya. Konsentrasi DNA diperkirakan dengan pembacaan spektrofotometer pada absorbansi 260 x faktor pengenceran DNA x 50 µl/ml = [DNA] µl/ml (pembacaan pada 260 nm ekuivalen dengan 50 µl/ml DNA untai ganda)


VI. PEMBAHASAN
Gen merupakan pembawa informasi genetik yang diturunkan kepada jasad keturunannya dan terdapat dalam kromosom sebuah sel jasad prokaryot maupun eukaryot. Setiap kromosom mengandung sebuah molekul DNA yang sangat panjang dengan jutaan rantai basa yang mengkode banyak gen di sepanjang rantainya. Gen sendiri merupakan unit molekul DNA atau RNA dengan pamjang minimum tertentu yang membawa informasi mengenai urutan asam amino yang lengkap suatu protein.
DNA adalah substansi materi genetik yang merupakan salah satu makromolekul dengan peranan yang sangat penting untuk jasad hidup. DNA adalah sebuah molekul yang panjang menyerupai tali, biasanya terdiri dari dari dua utas, saling membelit membentuk heliks ganda. Setiap utas heliks DNA terdiri dari nukleotida-nukleotida yang tergabung membentuk rantai polinukleotida. Nukleotida yang satu dengan nukleotida yang lain dihubungkan oleh suatu ikatan fosfodiester.
Untuk mengisolasi DNA dari suatu sel maka dilakukan pemisahan antara protein dan asam nukleat dengan mengekstrasi nucleoprotein yang terdapat dalam sel. Metode isolasi DNA pada praktikum ini berdasarkan tiga prinsip yaitu : penumbuhan kultur bakteri, pemanenan dan pemecahan sel bakteri, dan pemurnian DNA.

Penumbuhan biakan sel
Penumbuhan ini dilakukan dengan menginokulasi bakteri pada medium cair.Pada praktikum ini menggunakan medium Luria Bertani ( LB ) yang merupakan medium standar yang memiliki sumber carbon, energi, dan mineral yang cocok untuk menumbuhkan bakteri. Penggunaan medium yang cukup ini dimaksudkan untuk dapat meningkatkan jumlah plasmid dan DNA kromosom sehingga didapatkan DNA yang cukup dan murni. Biakan sel ini ditumbuhkan hingga akhir fase log yang kemudian dipanen untuk diisolasi DNA nya.

Pemanenan dan pemecahan mikrobia
Pemanenan ini merupakan proses pengunduhan biakan sel setelah akhie fase log dan memisahkan sel dari medium pertumbuhan. Pada praktikum ini pemisahan sel dengan medium dilakukan dengan alat sentifus. Alat ini dapat mengendapkan sel pada bagian dasar eppendorf sehingga supernatan dapat dibuang dan diperoleh sel yang lepas dari medium. Setelah didapatkan sel maka sel tersebut dapat dipecah atau dilisis dengan pelarut organik atau senyawa alkali. Pada praktikum ini pemecahan sel dengan menggunakan larutan lisis NaOH/SDS 0,2 M dan 1% SDS . Pemberian larutan ini dilakukan Untuk memecah dinding sel bakteri sehingga Nukleoprotein kleuar dari dalam sel dan DNA dapat diisolasi.

Pemurnian DNA
Pemurnian ini dilakukan untuk memisahkan DNA dari Protein, lemak, dan karbohidrat yang berasal dari sel. Pemurnian ini dilakukan dengan alat sentrifus dengan ditambah pelaru-pelerut yang dapat mengendapkan DNA. Untuk DNA kromosom pada praktikum ini digunakan Isopropanol dan untuk mengendapkan DNA plsmid digunakan phenol / kloroform dan amonium asetat dan etanol. Prinsip dalam melakukan isolasi DNA pada praktikum ini yaitu menggunakan sentrifugasi Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas. Teknik sentrifugasi tersebut dilakukan di dalam sebuah mesin yang bernama mesin sentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi, contohnya 2500 rpm (rotation per minute) atau 3000 rpm.
Penghitungan kemurnian DNA dilakukan untuk mengetahui seberapa kita mendapat DNA murni tanpa adanya kontaminasi bahan lain. Semakin kita memiliki DNA yang mendekati angka kemurnian maka dapat diketahui bahwa DNA yang didapat adalah sesuai yang kita inginkan. Dan kemurnian yang paling bagus berkisar dalam angka 1,8. Dari hasil yang didapat yang mendekati angka tersebut adalah EC 2 yaitu 1,83, berarti DNA yang didapat sebagian besar adalah DNA yang diinginkan dengan sedikit kontaminasi.
Dalam praktikum ini digunakan NaOH/SDS dan lysozim untuk merusak dinding sel maupun membran sel, sehingga isi sel dapat keluar dan akan tersuspensikan. Kemudian pada isolasi plasmid digunakan CH3COOH sebagai pemberat, maka akan terpisah antara DNA plasmid dengan kotoran maupun organel dalam sel. Plasmid akan berada pada bagian atas daripada lainnya. Karena berat jenis plasmid lebih kecil daripada kotoran maupun organel sel. Jika tidak dilakukan penambahan maka plasmid akan tercampur debgan bahan-bahan lain yang terdapat di dalam sel. Sehingga akan sulit untuk memisahkan plasmid yang tercampur dengan berbagai macam komponen punyusun sel. Jika plasmid tidak dipisahkan maka tidak akan didapatkan plasmid, sehingga tidak bisa dilakukan isolasi. Setelah plasmid dipisahkan maka ditambahkan isopropanol. Penambahan isopropanol ke larutan plasmid adalah untuk meningkatkan berat jenis plasmid sehingga jika disentrifuse plasmid akan mengendap ke bawah.
Penggunaan NaCl pada assolasi DNA kromosom adalah untuk membersihkan DNA kromosom dari bahan-bahan lain, misalnya sisa SDS yang ada, maupun kotoran-kotoran lainnya. Dengan kata lain adalah menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan selain DNA yang dimaksud agar tidak tercampur dengan bahan-bahan lain. Penggunaan khloroform adalah untuk pemurnian DNA, supaya tingkat kemurnian yang kita peroleh bisa semakin besar.
Penghitungan konsentrasi dimaksudkan untuk mengetahui kandungan DNA sampel yang didapat, sehingga akan mempermudah dalam melakukan analisis kedepannya. Penghitungan konsentrasi DNA dapat digunakan sebagai acuan untuk penambahan faktor pengenceran (misalnya) untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan. Juga dapat diketahui kerapatan DNA dalam wadah tersebut. EC 1 memiliki konsentrasi yang tinggi, maka akan sukar untuk dilakukan pengamatan tanpa faktor pengenceran yang cukup besar, karena posisinya yang terlalu rapat.
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini, terlihat bahwa hamper semua isolasi DNA kromosom mengalami kegagalan. Pada sampel 1E, 3E dan 4E tidak ditemukan adanya kandungan DNA kromosom sehingga tidak didapat kemurnian DNAnya bahkan pada sampel 3E dan 4E tidak ditemukannya OD pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Ada beberapa faktor kemungkinan penyebabnya. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal yakni DNA kromosom rusak saat proses isolasi dan purifikasi atau DNA kromosom terbuang saat pembuangan supernatan. Pada sampel 1F dan 3F terdapat kandungan DNA sebesar 67,5 µl/ml dan 30 µl/ml namun tidak dapat diketahui kemurniannya karena kandungannya yang terlalu sedikit. Ini disebabkan mungkin karena DNA tidak terpresipitasi secara sempurna dan sebagian ikut terbuang saat pembuangan supernatan. Pada sampel 4F dan 5F terdapat kandungan DNA sebesar 107,5 µl/ml dan 6 µl/ml namun juga tidak diketahui kemurniannya karena tidak adanya hasil OD pada panjang gelombang 280 nm. Sampel 5E adalah sampel yang menunjukan hasil lebih baik karena diketahui kandungan dan kemurnian DNAnya yaitu sebesar 5 µl/ml dan 0,5 namun ini juga tidak memenuhi standart kemurnian DNA yang berkisar antara 1,8-2,0 dapat dikatakan sampel ini juga gagal karena kandungan DNA yang terlalu sedikit sehingga kemurniannya kecil. Rusaknya DNA dapat disebabkan adanya kontaminan DNAse yang dapat memotong-motong DNA. Tidak sempurnanya presipitasi DNA disebabkan karena terlalu banyaknya pengotor pada DNA tersebut sehingga DNA tidak mengendap dan cenderung lebih berikatan dengan pengotor.









V. KESIMPULAN
1. Isolasi DNA kromosom memiliki beberapa tahapan, yaitu:
a. Isolasi jaringan/mikrobia
b. Dinding dan membran sel dilisiskan
c. Diekstraksi dalam larutan
d. Dipurifikasi
e. Dipresipitasi
2. NaOH/SDS 10% dan lysozim digunakan untuk merusak dinding sel maupun membran sel (sel lisis).
3. Standart kemurnian DNA kromosom berkisar 1,8-2,0
4. Rusaknya DNA dan adanya pengotor akan mempengaruhi kemurnian DNA




ACARA VII
MUTASI DAN TRANSPOSON MUTAGENESIS

I. TUJUAN
Untuk mengetahui perubahan material genetik akibat adannya mutasi baik secara alami (spontaneous mutation) maupun secara buatan dengan menggunakan transposon mutagenesis.

II. METODOLOGI
Praktikum Genetika dan Taksonomi Mikrobia Acara VII mengenai Mutagenesis dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi II, Program Studi Mikrobiologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarata. Praktikum ini meliputi du asub acara yakni Spontaneous Mutagenesis dan Transposon Mutagenesis. Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum kali ini antara lain kultur Rhizobium spp., kultur E. coli dengan gen GFP, medium YM, medium LB, antibiotik rifamicin, antibiotik amphicilin, ethanol, larutan,10mM Mg SO4, kertas nitroselulose, Sedangkan bahan yang digunakan antara lain adalah tabung reaksi, petridish, drigalski, microtube eppendorf, mikropipet, vorteks, sentrifuge, dan inkubator.
Cara kerja dari praktikum kali ini dapat dilihat dalam bagan di bawah ini.
1. Spontaneous Mutagenesis
Rhizobium spp.


YM cair inkubasi over night 37° C


Ambil 1 ml cultur


Inokulasi ke YM padat + rifamicin 70 mg/ml


Koloni yang tumbuh merupakan hasil Spontaneous Mutagenesis
(bakteri Rhizobium spp. dengan gen Rif+)

2. Transposone Mutagenesis

Rhizobium spp E. coli
Rif+ + med LB (GFP, Amp+)
Umur 1-2 hari Umur 1-2 hari
0,75 ml 0,75ml




Eppendorf 1,5 ml


vorteks


sentrifuge 5000 rpm 10’


supernatant buang, + 1 ml MgSO4, vorteks


sentrifuge 5000 rpm 10’


supernatant buang, + 50 ml MgSO4, vorteks


Ditanam pada kertas nitroselulose pada medium LB padat
inkubasi 37° over night


Koloni yang muncul dipindah ke medium


Dituang sebanyak 1ml ke dalam medium LB
yang mengandung 50 mg amphicilin dan 20 mg rifamisin


koloni yang terbentuk adalah bakteri Rhizobium spp. dengan
gen GFP + amp+ + rif+ yang bila dilihat pada sinar UV
akan berpendar
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Mutasi dapat diartikan sebagai perubahan material genetik (baik DNA maupun RNA). Mutasi dapat berupa (a) perubahan nukleotida yang dapat merubah kode genteik dan komposisi asam amino dari suatu protein tertentu atau mutasi berupa penghentian proses translasi yaiu dengan berubahnya stop kodon, (b) merubah reading frame, (c) penghilangan, (d) maupun penyisipan.
Transposon adalah unsur DNA yang dapat berpindah dengan sendirinya diseputar genom dan telah diketahui dan ditemukan hampir pada setiap organisme. Unsur atau bagian DNA ini dapat ditransfer ke dalam kromosom pada berbagai lokasi, tetapi bila ia (transposon) berpindah ke tengah gen maka yang akan terjadi adalah kerusakan gen. tetapi kelebihannya metode transposon relative lebih bersih, karena tidak menyebabkan perubahan besar pada struktur genome. Kegunaan transposon yaitu :(1) dapat memobilisasi gen, (2) dapat memutagenesis gen, (3) dapat merekombinasi gen, (4) juga sangat berpengaruh terhadap regulasi gen.
Pada praktikum ini dilakukan mutasi spontan dengan menumbuhkan bakteri Rhizobium spp yang tidak memiliki gen ketahanan terhadap rifamisin ke dalam medium yang mengandung rifamisin. Untuk memperoleh mutan Rif+ maka jumlah bakteri yang diambil dari kultur harus lebih besar dari 106 sel bakteri karena mutasi spontan dapat terjadi dalam 1:106 sel. Oleh karena itu, dalam percobaan mutasi spontan digunakan kultur bakteri dalam volume yang sangat banyak untuk ditumbuhkan dalam medium yang mengandung rifamisin karena diasumsikan pada 1ml kultur mengandung lebih dari 106 sel bakteri.
Gambar 1. Rhizobium spp yang mengandung gen GFP+, amp+, + rif+
Gambar 2. Rhizobium Spp. yang berpendar pada sinar UV



Dari percobaan yang dilakukan berhasil diperoleh mutan spontan, dimana bakteri Rhizobium spp mampu tumbuh pada medium agar yang diberi antibiotik rifamicin. Sehingga dapat dipastikan didalam bahan genetik bakteri tersebut terdapat gen rif+. Mutan ini nantinya akan digunakan dalam percobaan selanjutnya yaitu percobaan melakukan mutasi dengan bantuan transposon.
Dalam praktikum mutasi dengan transposon ini digunakan kultur bakteri Rhizobium spp sebagai resipien yang merupakan hasil dari percobaan mutasi spontan, yang resisten terhadap rifamisin. Sedangkan sebagai donor digunakan E. coli yang membawa transposon dengan ketahanan terhadap antibiotik ampisilin serta memiliki gen GFP yang mampu berpendar dengan warna hijau saat dikenai sinar UV. Dipilih E. coli karena E. Coli mempunyai gen a yang dapat melakukan perkawinan (matting) dengan mikroorganisme lain.
Tingkat keberhasilan mutasi dengan transposon ini terdeteksi dengan tumbuhnya koloni bakteri pada medium agar LB yang mengandung ampisilin dan rifamisin. Selain itu, tingkat keberhasilan terjadinya mutasi dengan transposon dapat diketahui dengan memberikan paparan sinar UV pada koloni yang tumbuh. Apabila koloni berpendar kehijauan saat terpapar UV maka diasumsikan telah terjadi mutasi karena transposon. Dari percobaan yang dilakukan berhasil diperoleh satu koloni kecil yang dapat berpendar kehijauan dibawah paparan sinar UV.
Hasil praktikum berupa pertumbuhan koloni pada medium yang mengandung antibiotik rifamisin dan ampisilin, jadi dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perpindahan material genetik E. Coli ke koloni bakteri Rhizobium spp. Hasil tersebut dikuatkan dengan melalui pengamatan dibawah sinar UV pada koloni yang tumbuh. Warna kehijauan yang berpendar dari koloni bakteri menunjukan bahwa terjadi mutasi karena transposon yang dibawa. Dari hasil pengamatan percobaan, terdapat koloni bakteri yang tumbuh pada medium dan koloni bakteri tersebut mampu berpendar warna kehijauan dibawah sinar UV walaupun warna hijaunya dinilai begitu terlihat. Sehingga dari praktikum ini didapatkan mutan berupa bakteri Rhizobium yang mempunyai gen GFP+, amp+, + rif+





IV. KESIMPULAN
1. Mutasi dapat terjadi secara spontan dan buatan (induced)
2. Mutagenesis dapat diakibatkan oleh adanya mutagen berupa senyawa kimia, agensia biologi, dan perlakuan mekanik (sinar UV dan sinar X).
3. Transposon memicu adanya rekombinasi, mutagenesis, mobilisasi dan regulasi dalam gen.
4. Terbukti bahwa bakteri E.coli yang memiliki transposon mampu memindahkan gen Amp+ dan GFP kepada bakteri Rhizobium spp.












Kamis, 08 Januari 2009

HABITAT MIKROORGANISME

1. UDARA
Atmosfer tersusun atas 2 lapisan utama yaitu troposfer dan stratosfer. Troposfer tersusun atas lapisan laminar, lapisan turbulen, lapisan friksi luar, dan lapisan konveksi. Atmosfer mengandung partikel-partikel yang disebut sebagai aerosol, salah satu komponen aerosol yaitu bioaerosol yang terdiri antara lain mikroba dan pollen (Sofa, 2008).
Sebenarnya tidak benar-benar ada organisme yang hidup di udara, karena organisme tidak dapat hidup dan terapung begitu saja di udara. Flora mikroorganisme udara terdiri atas organisme yang terdapat sementara mengapung di udara atau terbawa serta pada partikel debu. Setiap kegiatan manusia agaknya menimbulkan bakteri di udara. Batuk dan bersin menimbulkan aerosol biologi (yaitu kumpulan partikel udara). Kebanyakan partikel dalam aerosol biologi terlalu besar untuk mencapai paru-paru, karena partikel-partikel ini tersaring pada daerah pernapasan atas. Sebaliknya, partikel-partikel yang sangat kecil mungkin mencapai tapak-tapak infektif yang berpotensi. Jadi, walaupun udara tidak mendukung kehidupan mikroorganisme, kehadirannya hampir selalu dapat ditunjukkan dalam cuplikan udara (Volk & Wheeler, 1989).
Mikroba di udara bersifat sementara dan beragam. Udara bukanlah suatu medium tempat mikroorganisme tumbuh, tetapi merupakan pembawa bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang kesemuanya ini mungkin dimuati mikroba. Untuk mengetahui atau memperkirakan secara akurat berapa jauh pengotoran udara sangat sukar karena memang sulit untuk menghitung organisme dalam suatu volume udara. Namun ada satu teknik kualitatif sederhana, menurut Volk & Wheeler (1989) yaitu mendedahkan cawan hara atau medium di udara untuk beberapa saat. Selama waktu pendedahan ini, beberapa bakteri di udara akan menetap pada cawan yang terdedah. Semakin banyak bakteri maka bakteri yang menetap pada cawan semakin banyak. Kemudian cawan tersebut diinkubasi selama 24 jam hingga 48 jam maka akan tampak koloni-koloni bakteri, khamir dan jamur yang mampu tumbuh pada medium yang digunakan.
Jumlah dan macam mikroorganisme dalam suatu volume udara bervariasi sesuai dengan lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada. Daerah yang berdebu hampir selalu mempunyai populasi mikroorganisme atmosfer yang tinggi. Sebaliknya hujan, salju atau hujan es akan cenderung mengurangi jumlah organisme di udara dengan membasuh partikel yang lebih berat dan mengendapkan debu. Jumlah mikroorganisme menurun secara menyolok di atas samudera, dan jumlah ini semakin berkurang pada ketinggian (altitude) yang tinggi (Volk & Wheeler, 1989).
Menurut Irianto (2002), jumlah mikroorganisme yang mencemari udara juga ditentukan oleh sumber pencemaran di dalam lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan manusia yang disemprotkan melalui batuk dan bersin, dan partikel-partikel debu, yang terkandung dalam tetes-tetes cairan berukuran besar dan tersuspensikan, dan dalam “inti tetesan” yang terbentuk bila titik-titik cairan berukuran kecil menguap. Organisme yang memasuki udara dapat terangkut sejauh beberapa meter atau beberapa kilometer; sebagian segera mati dalam beberapa detik, sedangkan yang lain dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan lebih lama lagi. Nasib akhir mikroorganisme yang berasal dari udara diatur oleh seperangkat rumit keadaan di sekelilingnya (termasuk keadaan atmosfer, kelembaban, cahaya matahari dan suhu), ukuran partikel yang membawa mikroorganisme itu, serta ciri-ciri mikroorganismenya terutama kerentanannya terhadap keadaan fisik di atmosfer.
Kandungan mikroba di dalam udara
Meskipun tidak ada mikroorganisme yang mempunyai habitat asli udara, tetapi udara di sekeliling kita sampai beberapa kilometer di atas permukaan bumi mengandung berbagai macam jenis mikroba dalam jumlah yang beragam.
a. Udara di dalam ruangan
Tingkat pencemaran udara di dalam ruangan oleh mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti laju ventilasi, padatnya orang, dan sifat serta taraf kegiatan orang-orang yang menempati ruangan tersebut. Mikroorganisme dapat terhembuskan dalam bentuk percikan dari hidung dan mulut misalnya selama bersin, batuk dan bahkan saat bercakap-cakap. Titik-titik air yang terhembuskan dari saluran penapasan mempunyai ukuran yang beragam dari mikrometer sampai milimeter. Titik-titik air yang ukurannya jatuh dalam kisaran mikrometer yang rendah tinggal di udara sampai beberapa lama, tetapi yang berukuran besar segera jatuh ke lantai atau permukaan benda lain. Debu dari permukaan ini kadang-kadang akan berada dalam udara selama berlangsungnya kegiatan dalam ruangan tersebut.
b. Udara di luar atmosfer
Permukaan bumi, yaitu daratan dan lautan merupakan sumber dari sebagian besar mikroorganisme yang ada dalam atmosfer. Angin menimbulkan debu dari tanah, kemudian partikel-partikel debu tersebut akan membawa mikroorganisme yang menghuni tanah. Sejumlah besar air dalam bentuk titik-titik air memasuki atmosfer dari permukaan laut, teluk, dan kumpulan air alamiah lainnya. Di samping itu, ada banyak fasilitas pengolahan industri, pertanian, baik lokal maupun regional mempunyai potensi menghasilkan aerosol berisikan mikroorganisme.
Alga, protozoa, khamir, kapang, dan bakteri telah diisolasi dari udara dekat permukaan bumi. Contoh mengenai jasad-jasad renik yang dijumpai di atmosfer kota diperlihatkan pada tabel berikut:
Tinggi (meter)
Bakteri (genus)
Cendawan (genus)
1.500 – 4.500
Alcaligenes
Bacillus
Aspergillus
Macrosporium
Penicillium
4.500 – 7.500
Bacillus
Aspergillus
Clasdosporium
7.500 – 10.500
Sarcina
Bacillus
Aspergillus
Hormodendrum
10.500 – 13.500
Bacillus
Kurthia
Aspergillus
Hormodendrum
13.500 – 16.500
Micrococcus
Bacillus
Penicillium
Sumber: Irianto (2002)
Contoh udara tersebut diambil dari daerah perindustrian selama jangka waktu beberapa bulan. Bagian terbanyak dari mikroba yang berasal dari udara adalah spora kapang, terutama dari genus Aspergillus. Di antara tipe-tipe bakteri yang ditemukan ada bakteri pembentuk spora dan bukan pembentuk spora, basilus Gram positif, kokus Gram positif, dan basilus Gram negatif.
Komposisi udara
Komposisi baku udara yang kita hisap setiap saat, sudah diketahui sejak lama. Walaupun begitu, seiring dengan semakin kompleksnya masalah pencemaran udara, maka komposisi tersebut banyak yang berubah, khususnya karena dalam udara banyak komponen-komponen baru ataupun asing yang masuk.
Dari data-data yang sudah ada, komposisi baku udara tersebut tersusun oleh komponen-komponen kimia antara lain, Nitrogen, Oksigen, Argon, CO2, Neon, Helium, metan, Kripton, N-Oksida, Hidrogen dan Xenon. Akan tetapi selain komponen-komponen kimia tersebut masih terdapat juga komponen lain yang bersifat hidup, yang pada umumnya berbentuk mikroba (Suriawiria, 1985).
Kelompok kehidupan di udara
Kelompok mikroba yang paling banyak berkeliaran di udara bebas adalah bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi) dan juga mikroalge. Kehadiran jasad hidup tersebut di udara, ada yang dalam bentuk vegetatif (tubuh jasad) ataupun dalam bentuk generatif (umumnya spora).
Kelompok mikroba yang paling banyak ditemukan sebagai jasad hidup yang tidak diharapkan kehadirannya melalui udara, umumnya disebut jasad kontaminan (hal ini mengingat apabila suatu benda/substrat yang ditumbuhinya dinyatakan sebagai substrat yang terkontaminasi). Adapun kelompok mikroba yang termasuk dalam jasad kontaminan antara lain adalah:
1. Bakteri: Bacillus, Staphylococcus, Pseudomonas, Sarcina dan sebagainya.
2. Jamur: Aspergillus, Mucor, Rhizopus, Penicillium, Trichoderma, dan sebagainya.
3. Ragi: Candida, Saccharomyces, Paecylomyces, dan sebagainya.
Banyak jenis dari jamur kontaminan udara yang bersifat termofilik, yaitu jamur yang tahan pada pemanasan tinggi di atas 800C, misal selama suatu benda/substrat sedang disterilkan. Ketahanan ini umumnya kalau mereka sedang berada di dalam stadia/ fase spora. Ini terbukti bahwa walaupun suatu substrat/media sudah disterilkan, tetapi di dalamnya setelah melewati waktu tertentu kemudian tumbuh dan berkembang pula bakteri ataupun jamur tanpa diharapkan sebelumnya (Suryawiria, 1985).

2. PERAIRAN
Perairan alami mempunyai sifat yang dinamis dan aliran energi yang kontinu selama sistem di dalamnya tidak mendapatkan gangguan dan hambatan, antara lain dalam bentuk pencemaran. Kehadiran benda-benda asing yang terbawa bersama buangan, langsung ataupun tidak langsung akan menyebabkan terjadinya gejolak dan perubahan kehidupan di dalamnya. Gejolak dan perubahan tersebut akan terjadi sesuai dengan adanya interaksi dari dua prinsip, yaitu:
v prinsip batas-batas toleransi, yaitu terhadap jasad hidup yang berada di dalamnya dan mempunyai toleransi tinggi, mereka tetap dapat hidup atau mempertahankan kehidupan sehingga akhirnya terbiasa. Tetapi bagi jasad yang mempunyai nilai toleransi rendah, kemungkinan besar akan tersisih atau musnah.
v Prinsip kompetisi, yaitu dengan adanya kehidupan baru yang diakibatkan toleransi, akan timbul kompetisi di antara sesama jasad, yaitu bagi jasad yang kuat yang kemudian akan tumbuh dan berkembang di tempat tersebut. Sedang bagi jasad yang lemah akan berkurang atau musnah.
Adapun jenis-jenis mikrobia yang tinggal di habitat perairan adalah sebagai berikut:
1). Pada air yang kita anggap jernih, misal yang berasal dari sumur biasa, sumur pompa, sumber mata air, dan sebagainya, di dalamnya terdiri dari bakteri, yaitu:
v kelompok bakteri besi (Misal Crenothrix dan Sphaerotilus) yang mampu mengoksidasi senyawa ferro menjadi ferri. Akibat kehadirannya, air sering berubah warna kalau disimpan lama, yaitu warna klehitam-hitaman, kecoklat-coklatan, dan sebagainnya.
v kelompok bakteri belerang (misalnya Chromatium dan Thiobacillus) yang mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S. Akibatnya kalau air disimpan lama akan tercium bau busuk seperti bau telurbusuk.
v kelompok mikroalge (misal yang termasuk mikroalge hijau, biru, dan kersik), sehingga kalau air disimpan lama di dalamnya akan nampak jasad-jasad yang berwarna hijau, biru, ataupun kekuning-kuningan, tergantung kepada dominasi jasad-jasad tersebut serta lingkungan yang mempengaruhinya.
Lebih jauh lagi akibat kehadiran kelompok bakteri dan mikroalge tersebut di dalam air, dapat mendatangkan kerugian. Antara lain dengan terjadinya penurunan turbiditas dan hambatan aliran, karena kelompok bakteri besi dan belerang dapat membentuk serat atau lendir. Akibat lainnya adalah terjadinya proses korosi(pengkaratan) terhadap benda-benda logam yang berada di dalamnya, menjadi bau, berubah warna, dan sebagainya.

2). Pada air yang kotor atau sudah tercemar, misal air selokan, air sungai atau air buangan, di dalamnya akan didapati kelompok bakteri sepertipada air yang masih jerni, ditambah kelompok lainnya, antaralain:
v kelompok patogen (penyebab penyakit) misal penyebab penyakit tifus, paratifus, kolera, diesentri dan sebagainnya.
v kelompok penghasil racun, misal yang sering terjadi pada kasus keracunan bahan makanan (daging, ikan, dan sayuran), ataupun jenis-jenis keracunan lainnya yang sering terjadi di daerah pemukiman yang kurang atau tidak sehat.
v kelompok bakteri pencemar, misal bakteri gologan Coli, yang kehadirannya di dalam badan air dikategorikan bahwa air tersebut terkena cemaran fekal (kotoran manusia), karena bakteri Coli berasal dari tinja atau kotoran khususnya manusia.
v kelompok bakteri pengguna, yaitu kelompok lain dari bakteri yang mampu untuk mengurai senyawa-senyawa tertentu di dalam badanair. Dikenal kemudian adanya kelompok bakteri pengguna sresidu pestisida, pengguna residu minyak bumi, pengguna residu deterjen, dan lain sebagainya.

3. BAHAN MAKANAN
Suatukelompok mikrobia yang terdapat di dalam suatu makanan dapat tumbuh subur, tetap dominan, atau mati sangatlah bergantung kepada beberapa faktor penyebab. Suatu mikrobia dikatakan dominan, apabila keadaan mikrobia tersebut tidak mati dan juga tidak dapat tumbuh karena tidak melakukan metabolisme. Adapun beberapa faktor penyebab tersebut dapat dibedakan atas beberapa kelompok, yaitu: faktor intrinsik, faktor pengolahan, faktor ekstrinsik, faktor implisit, dan faktor makanan.
1. faktor intrinsik (sifat bahan pangan).
Faktor ini merupakan semua faktor yang mempemgaruhi populasi mikrobia yang berasal dari bahan makanan. Faktor ini dapat meliputi sifat kimia atau komposisi, sifat fisik, dan struktur makanan. Diantara faktor teresebut meliputi komposisi nutrien, pH, potensial redoks, adanya bahan pengawet alami atau tambahan, dan lain sebagainya. Dalam hal ini misalnya adanya suatu mikrobia yang dominan terdapat di dalam bahan makanan berupa daging akan berbeda dengan jenis mikrobia yang dominan terdapat pada bahan makanan dari sayuran dan buah-buahan, karena kedua kelompok bahan makanan tersebut mempunyai nilai pH, potensial redoks dan sifat-sifat yang berbeda.
2. faktor pengolahan
Pada bahan makanan olahan, jumlah dan jenis mikrobia yang dominan selain dipengaruhi oleh proses pengolahan atau pengawetan yang diterapkan terhadap makanan tersebut. Proses pemanasan dan iradiasi dapat membunuh mikroba, terutama pada mikroba yang tidak tahan panas. Sedangkan perlakuan pengolahan lainnya mungkin hanya memperlambat kecepatan pertumbuhan mikrobia. Bahan pangan yang telah diawetkan dengan garam cenderung tercemar oleh bakteri halofilik dan khamir, sedangkan bahan pangan dengan kadar gula tinggi umumnya tercemar oleh mikroorganisme osmofilik toleran seperti khamir khususnya. Bahan pangan yang diawetkan dengan menggunakan bahan-bahan kimia pengawet seperti sulforoksida, benzoae, dan sorbat akan mengalami kerusakan oleh pertumbuhan organisme yang tahan terhadap bahan-bahan kimia tersebut. Khamir Sacharomyces bacilii dan Candida krusei tercatat sebagai jenis khamir yang tahan terhadap kadar benzoat dan sorbat yang cukup tinggi.
3. faktor ekstrinsik (lingkungan)
Bahan pangan segar atau produk makanan olahan yang tidak langsung dikonsumsi memerlukan tahap penyimpanan atau transpor. Faktor-faktor yang mempengaruhi panyimpanan dan transpor seperti suhu, kelembaban dan susunan gas, merupakan faktor ekstrinsik (lingkungan) yang mempengaruhi populasi mikrobia yang terdapat pada makanan. Sebagai contoh, daging yang disimpan dengan cara pendinginan di dalam wadah biasa (tanpa vakum), maka mikroba yang akan tumbuh dominan selama penyimpanan adalah bakteri gram negatif yang bersifat psikotrofik dan aerobik. Berdasarkan hubungan antara suhu dan pertumbuhan, mikrobia dapat dikelompokkansebagai psikrofilik, psikrotrofik, msofilik thermofilik atau thermofilik. Bahan pangan yang disimpan dalam suhu almari es akan dirusak oleh spesies dari kelompok psikotrofilik dan psikotropik. Sebagai contoh, pada daging yang disimpan pada suhu lemari es, organisme psikofilik dan psikrotropik seperti Pseudomonas dan Proteus, menurunkan keasaman produk melalui aktivitas proteolitiknya.
4. faktor implisit
Barbagai mikrobia yang terdapat pada bahan makanankadang-kadang mengakibatkan dua atau lebih jenis mikroorganisme hidup bersama saling menguntungkan (sinergisme) atau sebaliknya yang satu merugikan pertumbuhan jenis mikroorganisme lain (antagonisme). Misalnya, adanya suatu bakteri patogen atau pembusuk pada makanan mungkin tidak mengakibatkan keracunan pada orang yang menelannya atau menyebabkan kebusukan makanan tersebut, karena metabolisme dan pertumbuhan bakteri patogen atau pembusuk tersebut diatur atau dihambat oleh adanya mikroorganisme lain. Sebagai contoh, bakteri Staphylococcus aureus yang terdapat pada suatu makanan akan dihambat pertumbuhannya jika di dalam makanan tersebut terdapat kelompok bakteri lain yang tergolong Lactobacillaceae.
5. faktor makanan
Faktor ini mempengaruhi jumlah dan jenis mikrobia yang terdapat pada makanan, terutama pada aktivitas air, pH, dan senyawa anti mikrobia yang terdapat pada makanan ke dalam tiga kelompok besar sebagai berikut:
v makanan yang mudah rusak, yaitu golongan makanan yang mempunyai aktivitas air dan pH relatif tinggi (pH lebih dari 5,3). Misalnya daging, daging ayam, ikan, dan susu.
v Makanan yang agak awet, yaitu golongan makanan yang mempunyai pH pertengahan (antara 4,5-5,3), atau mengalami proses pengawetan sehingga nilai aktivitas airnya menjadi agak rendah (jem, jeli, susu kental manis, acar, dan sosis fermentasi).
v Bahan pangan yang awet (tahan lama penyimpanan), yaitu bmakanan yang telah diawetkan dengan proses pengeringan sehingga nilai aktivitas airnya rendah. Misalnya: dendeng, abon, ikan asin, dan sebagainya.

Joko Tri Atmojo